Minggu, 31 Oktober 2010

Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata)

Gambar ANGGREK HITAM
Awalnya saya mengira bahwa Bunga Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata) berwarna hitam, lalu apa indahnya..., 
ternyata perkiraan saya keliru, Bunga Anggrek Hitam sangat indah dan elegan tersusun pada rangkaian tandan dengan panjang 15-20 cm dan jumlah bunganya mencapai 14 kuntum per tandan. Kelopak bunga berbentuk lanset, lancip dan berwarna hijau muda, mahkota bunga lancip berwarna hijau muda, di tengahnya terdapat lidah (labellum) berbentuk biola bertekstur warna hitam dan  background warna hijau muda. 

Anggrek hitam termasuk dalam anggrek golongan simpodial. Anggrek tipe ini membentuk rumpun, dimana tiap satuan tanaman saling terhubung dengan akar tinggal (rhizome). Tunas baru yang tumbuh muncul dari tanaman sebelumnya secara mendatar dan tumbuh ke atas. Tunas baru tersebut akan tumbuh lebih besar dan akan terlihat menggelembung pada batangnya. Disini terbentuk apa yang disebut sebagai umbi semu (pseudobulbs). Umbi semu berfungsi menyimpan air dan cadangan makanan dan jika tanaman ini kekurangan air ia tidak akan segera kekeringan Batangnya membentuk umbi semu, bundar panjang, pipih dengan panjang 10-15 cm. daunnya berbentuk lonjong, belipat-lipat panjang mencapai 40 cm dan lebar 10 cm.

Klasifikasi Ilmiah Anggrek Hitam:
Kingdom: Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas: Liliopsida (berkeping satu / monokotil)
Sub Kelas: Liliidae
Ordo: Orchidales
Famili: Orchidaceae (suku anggrek-anggrekan)
Genus: Coelogyne
Spesies: Coelogyne pandurata

PERINGATAN takbole Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata) termasuk tumbuhan yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:

Setiap orang dilarang untuk :
  • mengambil, menebang, memiliki, merusak, memusnahkan, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati;
  • mengeluarkan tumbuhan yang dilindungi atau bagian-bagiannya dalam keadaan hidup atau mati dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia. (Pasal 21 ayat (2))
      Apabila ketentuan tersebut dilanggar maka ancamannya:
  • Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). ( Pasal 40 ayat (2))
  • Barang siapa karena kelalaiannya melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21  ayat (2)  dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).  ( Pasal 40 ayat (4))

Sabtu, 30 Oktober 2010

Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi)

Gambar burung jalak bali
Deskripsi Burung Jalak Bali: sepintas penampilannya mirip dengan burung Jalak Putih dan burung Jalak Suren, Burung Jalak Bali memiliki ciri-ciri khusus, di antaranya memiliki bulu yang putih di seluruh tubuhnya kecuali pada ujung ekor dan sayapnya yang berwarna hitam. Mata burung Jalak Bali berwarna coklat tua, daerah sekitar kelopak mata tidak berbulu dengan warna biru tua, Burung Jalak Bali mempunyai jambul yang indah, baik pada jenis kelamin jantan maupun pada betina, Jalak Bali mempunyai kaki berwarna abu-abu biru dengan 4 jari jemari (1 ke belakang dan 3 ke depan), Paruh runcing dengan panjang 2 - 5 cm, dengan bentuk yang khas dimana pada bagian atasnya terdapat peninggian yang memipih tegak. Warna paruh abu-abu kehitaman dengan ujung berwarna kuning kecoklat-coklatan. 

Burung Jalak Bali Pertama kali dilaporkan penemuannya oleh Dr. Baron Stressmann seorang ahli burung berkebangsaan Inggeris pada tanggal 24 Maret 1911. Atas rekomendasi Stressmann, Dr. Baron Victor Von Plessenn mengadakan penelitian lanjutan (tahun 1925) dan menemukan penyebaran burung Jalak Bali mulai dari Bubunan sampai dengan Gilimanuk dengan perkiraan luas penyebaran 320 km2.

Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) dengan nama lokal Jalak Bali, Curik Putih, Jalak Putih Bali merupakan  salah satu satwa yang terancam punah  dan endemik yang ada di Indonesia tepatnya di pulau Bali, dengan sebaran terluasnya antara Bubunan Buleleng sampai ke Gilimanuk, namun pada saat ini  terbatas pada kawasan Taman Nasional Bali Barat tepatnya di Semenanjung Prapat Agung dan Tanjung Gelap Pahlengkong yang habitatnya bertipe hutan mangrove, hutan pantai, hutan musim dan savana

Klasifikasi Burung Jalak Bali :
Kerajaan     : Animalia
Phylum        : Chordata
Kelas          :  Aves
Ordo          :  Fasseriformes
Famili          : Sturnidae
Genus         : Leucospar
Species      : Leucopsar rothschildi  (Stressmann 1912)

PERINGATAN takbole
Burung Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
  1. Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  2. Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  3. Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));

Minggu, 10 Oktober 2010

ULAR DILINDUNGI

GAMBAR ULAR SANCA BODO
Pengenalan jenis-jenis ular dan pengetahuan status perlindungannya penting bagi polhut BKSDA dan petugas terkait lainnya, sebagai SOP  penanganan perkara jika terjadi pelanggaran dan  masyarakat yang ingin memanfaatkannya.

Syarat keabsahan pemanfaatan Jenis ular dilindungi undang-undang berbeda dengan jenis ular tidak dilindungi tetapi terdapat dalam Apendix CITES atau jenis ular tidak dilindungi dan tidak terdapat dalam Apendix CITES demikian pula sanksinya apabila terdapat pelanggaran.

Beberapa kali BKSDA Lampung diminta mengidentifikasi satwa liar jenis ular dan status perlindungannya oleh kepolisian dan karantina hewan untuk memastikan legalitas peredarannya, secara pribadi saya ucapkan terimakasih, penghargaan dan salut pada kawan-kawan dikepolisian dan karantina yang menaruh perhatian terhadap pelestarian satwa liar.

Ada 3 satwa liar jenis ular dilindungi undang-undang sebagaimana disebut dalam lampiran PP No. 7 tahun 1999 yaitu:

1. ULAR SANCA BODO (Python molurus)

Ular sanca bodo dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Asiatic Rock Python, Burmese Python, atau Tiger Python. Sedangkan dalam bahasa latin disebut Python molurus (Linnaeus, 1758) Ular sanca bodo  mempunyai warna dasar kulitnya coklat muda hingga coklat tua, ada pula yang kuning atau krem, dengan belang-belang hitam atau coklat tua. Corak belang pada sanca bodo berupa jaringan dengan mata jaring hampir berbentuk segi empat. Ular sanca bodo termasuk ular besar (Boidae) karena mampu mencapai panjang 10 meter. Di Indonesia, ular sanca bodo  dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sumbawa, hingga sebagian Sulawesi.

Klasifikasi ilmiah ular sanca bodo
Kerajaan: Animalia;
Filum: Chordata;
Kelas: Reptilia;
Ordo: Squamata;
Famili: Pythonidae;
Genus: Python;
Spesies: Python molurus;
Subspesies: Python molurus molurus dan Python molurus bivittatus (Linnaeus, 1758)

2. ULAR SANCA HIJAU (Chondropython viridis)

ular sanca hijau
Ular Sanca Hijau merupakan hewan yang sebagian besar kegiatannya pada pepohonan (arboreal), dan aktif pada malam hari (nokturnal). Ular ini mempunyai ciri berwarna kuning atau merah kecoklatan pada saat muda, dan berwarna hijau saat dewasa dan terkadang terdapat strip kuning atau putih pada tubuhnya, pupil mata vertikal, kepala yang tampak besar dengan leher yang semakin mengecil.

Jika kita membayangkan namanya adalah ular sanca atau python tentu kita membayangkan bahwa ular ini adalah ularyang bertubuh besar lebih besar daripada ular pada umumnya namun tidak demikian dengan ular sanca hijau ular ini hanya mencapai panjanng kisaran 2 meteran.

Klasifikasi ilmiah sanca hijau sebaga berikut:
Phyllum: Chordata
Subphyllum: Vertebrata
Class: Reptilia
Subclass: Lepidosauria
Ordo: Squamata
Subordo: Serpentes
Famili: Boidae
Subfamili: Phytonidae
Genus: Morelia
Species: Morelia viridis, (Gow 1989)

3. ULAR SANCA TIMOR (Phyton timorensis)


Klasifikasi ilmiah ular sanca timor
Kingdom: Animalia
Phylum: Chordata
Subphylum: Vertebrata
Class: Reptilia
Order: Squamata
Suborder: Serpentes
Family: Pythonidae
Genus: Python
Species: P. timoriensis
Binomial: Python timoriensis(Peters, 1876)



serupa dengan  ular sanca bodo ular sanca timor merupakan ular yang berukuran besar dan panjang dapat melebihi 5m
 
PERINGATAN takbole

ULAR SANCA BODO, ULAR SANCA TIMOR DAN ULAR SANCA HIJAU termasuk reptil yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
  1. Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  2. Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  3. Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2)).

Jumat, 01 Oktober 2010

Badak Sumatera

Gambar BADAK SUMATERA
Badak Sumatera merupakan salah satu mamalia dilindungi, nama ilmiah badak Sumatera adalah Dicerorhinus Sumatrensis, berasal dari bahasa Yunani, yaitu dari suku kata; Di berarti dua, Cero berarti cula dan rhinos berarti hidung, sedangkan Sumatrensis merujuk pada Pulau Sumatera (akhiran ensis dalam bahasa Latin menunjuk pada wilayah atau daerah).





Badak Sumatera dapat dijumpai mulai dari kaki pegunungan Himalaya di hutan dan India Timur, menyebar ke seluruh Myanmar, Thailand, dan Semenanjung Malaysia, dan di pulau Sumatera serta Kalimantan. Pada umumnya jenis ini dapat hidup dengan lebih baik di habitat alamnya dibandingkan badak Jawa. Hal ini sebagian mungkin karena satwa ini lebih banyak menghuni pegunungan dan hutan di dataran tinggi dimana tidak banyak gangguan pembangunan dan pembalakan. Sebaliknya dengan badak Jawa yang merupakan jenis yang tinggal di daerah pantai dan lembah sungai (SKBI, 1993:57).

Populasi Badak Sumatera baik di Indonesia maupun di seluruh dunia sangat terancam punah. Populasi yang ada saaat ini sangat kecil, tersebar dan sebagian besar terancam oleh perburuan liar dan lenyapnya habitat. Sungguhpun seandainya tidak terjadi kehilangan jumlah lebih lanjut, populasi yang ada sekarang ini sangat kecil sehingga sangat peka terhadap bencana alam, kelemahan genetik dan demografik, sebagaimana umumnya terjadi pada populasi yang kecil. Berdasarkan data dari International Rhino Foundation pada tahun 2005 diperkirakan populasi badak Sumatera saat ini hanya sekitar 300 (tiga ratus) ekor yang tersebar di hutan-hutan Sumatera, penyebarannya terdapat di daerah Taman Nasional Way Kambas, Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Taman Nasional Kerinci Seblat dan hutan di Riau (Dedi Candra, 2005: 6-7. “ Badak Sumatera (Dicerorhinus Sumatrensis),” Warta Konservasi Taman Nasional Way Kambas. Edisi Kedua).

Keberadaan badak Sumatera terancam punah akibat perburuan sejak tahun 1992. Perburuan yang terjadi sering memutus mata rantai perkembangan satwa langka yang sejak tahun 2001 masuk dalam Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna/CITES (Konvensi perdagangan internasional flora dan fauna langka) (Siaran Pers Dephut No: S.374/II/PIK-1/2005).

Faktor penyebab menurunnya populasi badak Sumatera, selain karena ancaman perburuan liar maupun adanya perambahan dan konversi hutan antara lain, juga disebabkan sulitnya satwa ini untuk berkembangbiak di habitatnya yang dipengaruhi oleh sifat dan karakteristik satwa tersebut.

Karateristik badak Sumatera antara lain, adalah sebagai berikut:
  • menurut Taksonomi, badak Sumatera tergolong dalam suku Rhinocerotidae bangsa perissodactyla (berkuku tiga), kekerabatan terdekat dengan suku Tapiridae (tapir) dan suku Equidae (kuda), merupakan mamalia normatif sejati;
  • tinggi badannya antara 120 cm – 135 cm, panjangnya antara 240 cm – 270 cm dengan berat tidak lebih dari 900 kg;
  • lapisan kulit tidak terlalu banyak, hanya dua lipatan besar yang menonjol. Lipatan yang pertama melingkari paha di antara kaki depan dan lipatan yang kedua di atas perut bagian samping serta terdapat beberapa lipatan kecil di daerah leher;
  • warna kulit umumnya coklat tua kemerahan, tetapi penampilan akan berubah tergantung dari air atau lumpur tempat berkubang;
  • tubuhnya ditumbuhi rambut (eksotik) walaupun rambut yang lebat hanya tumbuh di ujung telinga. Inilah yang paling membedakan badak Sumatera dengan badak lainnya;
  • memiliki 2 (dua) cula, cula belakang lebih pendek dari cula depan bahkan kadang hanya berupa bongkol kecil. Cula badak jantan lebih panjang dibandingkan badak betina; hidup soliter (menyendiri) di dalam hutan yang luas kecuali pada musim kawin;
  • sangat suka berkubang; suka berjalan jauh, sangat sensitif dengan daya penciuman dan pendengaran yang sangat baik dan merupakan satwa nocturnal (aktif di malam hari);
  • perkembangbiakan atau reproduksinya sangat lambat, awal kawin umur 6-7tahun, bunting 15-18 bulan, mengasuh anak selama 2 (dua) tahun, setiap lahir hanya satu ekor;
  • bagian tumbuhan yang biasa dimakan adalah pucuk daun, ranting, batang, kulit, akar, bunga dan buah dengan kesukaan dominan tingkat sapling seperti semak dan pohon-pohonan. Adapun cara makan Badak Sumatera adalah dengan memangkas, menarik, merobohkan atau mematahkan;
  • keberadaan badak Sumatera dapat dideteksi dari jejak khas yang ditinggalkannya, potongan bekas makan, tanda putaran bekas semak (twisting) dan urinasi bekas demarkasi atau kubangannya yang jelas berbeda dari satwa lainnya (terdapat bekas cula di dinding kubangan),
PERINGATAN takbole

Badak Sumatera termasuk satwa liar yang dilindungi undang-undang, sebagaimana tertuang dalam Lampiran PP No. 7 Tahun 1999, dan ada kententuan dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 bahwa:
  1. Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  2. Barang Siapa Dengan Sengaja menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati (Pasal 21 ayat (2) huruf b), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
  3. Dengan Sengaja memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh, atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (Pasal 21 ayat (2) huruf d), diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). (Pasal 40 ayat (2));
Selain Badak Sumatera di Indonesia juga terdapat spesies lain yaitu Badak Jawa